Selasa, 18 November 2008

Masih (pantaskah) Malaysia Kita Anggap Saudara?

Malaysia….kalau kita mendengar nama negeri itu pasti pikiran kita tertuju pada TKI, penyumbang devisa terbesar bagi Negara kita. Secara geografis negara Malaysia memang berdekatan dengan Indonesia, bahkan Malaysia bagian Timur bersatu dengan pulau Kalimantan yang menurut historis Malaysia dan Indonesia adalah Negara Serumpun.

Tiga tahun terakhir ini, hubungan antara Indonesia dan Malaysia sangat memanas, mulai pencaplokan pulau Sipadan-Ligitan, pemindahan batas Negara di Kalimantan (yang menguntungkan Malaysia), Blok Ambalat (yang menjadi target selanjutnya), dan penganiayaan TKI. Selain mengenai teritorial dan TKI tersebut, Malaysia juga “mencuri” nama produk makanan, kesenian dan budaya milik Indonesia, seperti batik, rendang, angklung, lagu jail-jali, lagu Rasa Sayange dan Reog Ponorogo yang diklaim miliknya. Sehingga Malaysia menganggap Indonesia Negara Kutu yang tidak punya harga diri. Walau sebenarnya yang negara Kutu adalah Malaysia yang dengan bangganya mengakui milik Indonesia sebagai miliknya.

Pencaplokan Pulau

Berbagai masalah dimunculkan oleh Malaysia dalam hubungannya dengan Indonesia. Pada tahun 2005 di seluruh kota di Indonesia ramai dengan demonstrasi besar-besaran dan munculnya gerakan “Ganyang Malaysia”, bahkan ada beberapa elemen/ organisasi masyarakat telah merekrut anggota untuk dijadikan pasukan perang kalau memang terjadi perang antara Indonesia dan Malaysia. Hal itu dipicu karena Malaysia mengklaim bahwa Pulau Ambalat menjadi miliknya (Malaysia). Masihkah Malaysia kurang dengan pulau yang kaya akan sumber daya alam, seperti Pulau Sipadan- Ligitan yang telah berhasil dicuri?

Akhir-akhir ini diketahui bahwa Malaysia telah memperkuat militernya dengan cara membeli persenjataan yang canggih. Selain itu Malaysia juga diketahui telah memata-matai Indonesia dengan Intelejennya, pada akhirnya terungkap beberapa saat yang lalu ditemukan barang-barang di kedutaan Malaysia yang disinyalir berupa alat penyadap bagian dari intelejen. Jika diamati gerak-geriknya akhir-akhir ini Malaysia terus bergerak offensive, agresif dan progresif untuk memperkuat negaranya secara ekonomi, sosial, politik dan budaya untuk membuktikan kepada mata duania bahwa Malaysia adalah pemimpin Asia Tenggara.

Lagu Rasa Sayange

Rasa sayange rasa sayang sayange…
Eee.. lihat dari jauh rasa sayang sayange…

Memang lagu tersebut tidak asing bagi telinga kita, lagu yang kita kenal sejak duduk di bangku sekolah dasar itu berasal dari Maluku. Lagu tersebut, pernah diklaim Malaysia sebagai miliknya. Dan digunakan sebagai jorgonnya dalam mengkampanyekan pariwisata Malaysia ke berbagai Negara lewat jaringan internet. (Kunjungi website resmi milik pariwisata Malaysia http://www.rasasayang..com.my/index.cfm.)

Memang sampai saat ini belum diketahui siapa pencipta lagu yang menjadi asset berharga bangsa ini. Tetapi sudah ditemukan bukti otentik untuk dibuktikan kepada dunia bahwa lagu tersebut memang karya cipta anak bangsa Indonesia. Beberapa waktu lalu telah ditemukan piringan hitam berisi lagu Rasa Sayange yang direkam oleh Lokananta pada tahun 1958 dan pada tanggal 15 Agustus 1962 telah dibagikan sebanyak 100 keping kepada para atlet peserta Asian Games di Jakarta.

Selain itu juga ditemukan di arsip nasional satu rekaman video yang menceritakan kehidupan Indonesia antara tahun 1927-1940 produksi NV Hagefilm, Den Haag Holland, dimana lagu “Rasa Sayange” diputar dalam produksi film tersebut.

Jadi, kedua temuan tersebut sudah kuat untuk di jadikan bukti konkret. Sebagai pemilik lagu Rasa Sayange tinggal menuntut balik kepada pemerintah Malaysia bukti konkret juga mengenai lagu itu, Siapa yang benar? Siapa yang mencuri?

Sebenarnya Indonesia tidak begitu mempermasalahkan jika lagu, kesenian dan budaya Indonesia digunakan Malaysia, asalkan diberitahukan kepada publik bahwa lagu, kesenian dan kebudayaan tersebut berasal dari Indonesia dan melalui permusyawarahan yang baik, tidak malah mengklaim kalau itu sebagai miliknya.

Reog Ponorogo

Setelah berita tentang klaim Malaysia mengenai lagu Rasa Sayange redam, sekarang Malaysia mengklaim Reog Ponorogo sebagai kesenian asli Malaysia. Malaysia mengakui tarian Barongan yang mirip dengan Reog merupakan warisan Melayu.

Mendengar kabar tersebut warga Ponorogo khususnya dan para pejabat pemerintah sangat geram. Setelah ditelusuri, ternyata para pengarajin Reog mengaku banyak mendapatkan order dari pelanggan yang berasal dari Malaysia. Reog bukan saja merupakan kesenian, tapi juga sejarah. Lahirnya Reog berkaitan dengan berdirinya kerajaan Songgo Langit di Zaman Kerajaan Kediri.

Siapa yang harus disalahkan?

Setiap kali Bangsa Indonesia protes atas kejahatan Malaysia, dengan pandainya Malaysia bermuka dua tanpa malu terhadap Indonesia. Pada akhirnya Malaysia mengatakan bahwa Indonesia dan Malaysia adalah negara Serumpun dan ada pihak-pihak yang memprovokasi. Ampuh juga trik yang digunakan Malaysia, sehingga hubungan kedua Negara pun dapat baik lagi, dan Malaysia bisa tersenyum “licik”.

Terkadang kita heran kepada bangsa kita sendiri, kenapa setelah karya milik bangsa dicuri/ diklaim negara lain kita baru merasa kehilangan. Kenapa dari dulu kita tidak mempatenkan karya bangsa yang luar biasa ini, mulai dari makanan, pakaian, kerajinan, kesenian dan kebudayaan. Sehingga Negara lain tidak bisa bertindak curang atau dengan semena-mena mengklaim begitu saja.

Indonesia sudah waktunya bangkit dari hiruk pikuk reformasi, saling menjegal antar elit, rebutan jabatan dan korupsi. Semua komponen bangsa harus bangkit dan meningkatkan semangat nasionalisme. Korupsi menjadi sorotan dunia. Korupsi sama saja menjual Negara, menggerogoti kekuatan bangsa,

Kepada pemerintah, jika tetap mempersulit dalam mempatenkan produk sendiri dan mahal, maka kita bersiap akan kehilangan semua itu, sehingga anak cucu kita kelak tidak bisa menikmati peninggalan kekayaan nenek moyang sebagai identitas bangsa Indonesia. Jadi jika bukan kita siapa lagi yang akan menjaga kekayaan bangsa kita. Salam persatuan!.

Tidak ada komentar: